Kamis, 12 Juni 2014

Bolehkah seseorang melakukan aborsi kalau suara hatinya mengizinkan hal itu?


Untuk menjawab pertanyaan ini akan sangat bermanfaat kalau pertama-tama kita melihatan AJARAN GEREJA ALLAH mengenai suara hati pada umumnya, untuk kemudian melihat bagaimana suara hati itu diterapkan dalam kasus ini.

Sekalipun hati nurani mengajak orang untuk berbuat baik dan menghindari yang jahat namun patut dipikirkan bagaimana seseorang tiba pada keputusan apa yang baik dan apa yang jahat itu. 

Hati nurani memang selalu memanggil seseorang untuk menghindari yang buruk dan melakukan yang baik. Karena orang itu tidak waspada maka dia memberi informasi2 yang salah kepada hati nuraninya. Sehingga sang hati nurani menghasilkan keputusan yang keliru.

Ketika "reason" (alasan2 yang menjadi bahan pengambilan keputusan, berasal dari aneka informasi yang diterima dan terbentuk sekian waktu) keliru, maka "judgment"-nya (pengambilan keputusan) menjadi keliru sehingga suara hati memutuskan sesuatu dengan keliru. 

Prudent (Keberhati-hatian; sebelum menegaskan sesuatu di dalam rasio dan mengambil keputusan untuk bertindak) yang terletak di mana kita harus selalu melatih diri untuk memperbaiki reason kita sehingga judgment (pengambilan keputusan) lebih akurat, sehingga suara hati pun tidak salah 

Rasio tidak tunduk pada hati nurani seperti bagaimana jantung tidak tunduk kepada hati. Keduanya punya fungsi di mana tidak ada jenjang. Sampai di sini, renungkan, baca ulang perlahan. Renungkan ini secara perlahan-lahan 

Referensi-referensi lain yang menegaskan ajaran Gereja bahwa Conscience (hati nurani) bisa salah:

1Kor 8:7-13 
7 Tetapi bukan semua orang yang mempunyai pengetahuan itu. Ada orang, yang karena masih terus terikat pada berhala-berhala, makan daging itu sebagai daging persembahan berhala. Dan OLEH KARENA HATI NURANI MEREKA LEMAH, HATI NURANI MEREKA ITU DINODAI OLEHNYA.

Di sini ditunjukkan bagaimana suara hati seseorang bisa memberikan keputusan keliru bahwa memakan makanan yang dipersembahkan kepada berhala itu dosa. Padahal perbuatan tersebut tidaklah dosa. Petunjuk rasul Sto. Paulus ini juga diulangi lagi di 1Kor 10:25-31 

1Kor 10:25 Kamu boleh makan segala sesuatu yang dijual di pasar daging, tanpa mengadakan pemeriksaan karena keberatan-keberatan hati nurani. 26 Karena: "bumi serta segala isinya adalah milik Tuhan." 27 Kalau kamu diundang makan oleh seorang yang tidak percaya, dan undangan itu kamu terima, makanlah apa saja yang dihidangkan kepadamu, tanpa mengadakan pemeriksaan karena keberatan-keberatan hati nurani. 28 Tetapi kalau seorang berkata kepadamu: "Itu persembahan berhala!" janganlah engkau memakannya, oleh karena dia yang mengatakan hal itu kepadamu dan karena keberatan-keberatan hati nurani. 29 Yang aku maksudkan dengan keberatan-keberatan bukanlah keberatan-keberata hati nuranimu sendiri, tetapi keberatan-keberatan hati nurani orang lain itu. Mungkin ada orang yang berkata: "Mengapa kebebasanku harus ditentukan oleh keberatan-keberatan hati nurani orang lain? 30 Kalau aku mengucap syukur atas apa yang aku turut memakannya, mengapa orang berkata jahat tentang aku karena makanan, yang atasnya aku mengucap syukur?" 31 Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah. 

Ibr. 9:6-10 
6 Demikianlah caranya tempat yang kudus itu diatur. Maka imam-imam senantiasa masuk ke dalam kemah yang paling depan itu untuk melakukan ibadah mereka, 7 tetapi ke dalam kemah yang kedua hanya Imam Besar saja yang masuk sekali setahun, dan harus dengan darah yang ia persembahkan karena dirinya sendiri dan karena pelanggaran-pelanggaran, yang dibuat oleh umatnya dengan tidak sadar. 8 Dengan ini Roh Kudus menyatakan, bahwa jalan ke tempat yang kudus itu belum terbuka, selama kemah yang pertama itu masih ada. 9 Itu adalah kiasan masa sekarang. Sesuai dengan itu dipersembahkan korban dan persembahan YANG TIDAK DAPAT MENYEMPURNAKAN MEREKA YANG MEMPERSEMBAHKANNYA, ...

Ritual Perjanjian Lama tidak dapat menyempurnakan "conscience" dari para penyembah (ie. umat PL). Ini berarti bahwa "conscience" memang tidak sempurna dan harus disempurnakan. Apa yang tidak bisa salah tidak bisa tidak sempurna. 

Kalau orang mengikuti "conscience"nya yang salah dengan tulus dan dia invincible ignorance < http://www.ekaristi.org/forum/viewtopic.php?t=2863&start=0&postdays=0&postorder=asc&highlight > atas kesalahan conscience-nya itu, maka dia tidak terkena dosa. 

Dan dari ensiklik Pascendi oleh Pius X 

["Therefore, to prohibit the consciences of individuals from expressing publicly and openly the impulses which they feel; to obstruct the way of criticism whereby it impels dogma in the path of necessary evolutions, is not the use but the abuse of the power permitted for the public weal."]

Terjemahan bebasnya: 
Oleh karena itu, UNTUK MELARANG HATI NURANI individu-individu dari mengekspresikan secara publik dan terbuka dorongan yang mereka rasakan, dengan menghalang-halangi jalan di mana kritik itu diperlukan, bukan merupakan bentuk selain daripada penyalahgunaan kekuasaan yang diizinkan untuk kesejahteraan masyarakat. 

Proposisi di atas adalah deskripsi paus Pius X atas kesalahan para modernist Katolikyang mengedapankan Conscience. Bahwa segala hal, asalkan sesuai dengan suara hati, tidak boleh dihalangi. Kecaman Pius X atas hal tersebut menunjukkan bahwa conscience bisa salah. Basically ini sama dengan Mirari Vos. 

Dan dari Catholic Encyclopedia, mengenai Conscience: <http://www.newadvent.org/cathen/04268a.htm >

Even where due diligence is employed conscience will err sometimes,
" Bahkan saat di mana keberhati-hatian sudah dilaksanakan PUN, kadang-kadang hati nurani masih juga akan berbuat salah,..." 

Sekali lagi apa yang baik dan apa yang buruk itu bisa keliru. 

Ini karena seseorang bisa saja berkeputusan bahwa Euthanasia dan Aborsi itu baik padahal secara obyektif moral (di mana satu-satunya acuan moral yang absolut adalah Allah) Euthanasia dan Aborsi itu jahat. 

Sehingga seseorang bisa melakukan euthanasia tanpa rasa bersalah karena memang suara hatinya mengatakan bahwa dia melakukan perbuatan kasih. 

Alasan bahwa manusia harus selalu mengikuti kata hatinya adalah karena kata hati (ie. hati nurani) tersebut adalah penilai apakah sesuatu itu baik atau jahat. 

Sebagai umpama, katakanlah ketika kita harus membuat keputusan untuk melakukan X atau Y. Nah, kemudian hati nurani kita menilai mana yang baik dan mana yang buruk. Kemudian keluar hasil bahwa yang baik adalah X dan yang buruk adalah Y. Tentunya kita wajib melakukan yang baik, kan? Karena kalau kita melakukan Y maka kita telah melakukan apa yang kamu pandang buruk. 

Di sinilah kita bisa tahu kenapa kita harus mengikuti hati nurani. Karena kalau kita melawannya, maka kita melakukan apa yang menurut kita adalah buruk. 

Hasil dari pemilihan X dan Y tersebut bersifat subyektif dan tidak obyektif. Jadi, mungkin secara obyektif yang buruk itu adalah X dan yang baik adalah Y. Namun kita kan tidak selalu mendapat informasi yang akurat untuk membuat keputusan. Karena itu bisa saja karena kurangnya informasi tersebut maka kita tiba pada keputusan yang salah bahwa X adalah baik (padahal secara obyektif buruk) dan Y adalah buruk (padahal secara obyektif baik). 

Contoh lainnya: Yudi diberitahu temannya bahwa ujian nanti sifatnya open note. Karena itu Yudi siap dengan catatan-catatannya. Ketika ujian Yudi dengan enteng mengacu ke catatan-catatannya (katakanlah saja, untuk mempermudah ilustrasi, di kelas tidak ada teman atau pengawas yang kebetulan tahu akan perbuatan dia). Namun ternyata ujian itu tidak bersifat open note. 

Si Yudi tentunya telah mencontek dengan nurani yang bersih. Nurani-nya tidak ada masalah dengan tindakan mencontek tersebut karena sepengetahuannya melihat catatan (ie. mencontek) diperbolehkan. Tentu saja kalau si Yudi menerima informasi yang lebih akurat, maka hati nuraninya akan mencegah perbuatannya tersebut dengan menginformasikan bahwa perbuatan tersebut adalah jahat. Tapi karena Yudi diberi informasi keliru maka nuraninya pun sama sekali tidak merasa bahwa perbuatannya itu keliru. 

Inilah contoh bahwa hati nurani yang tulus pun bisa keliru. Contoh ini juga mengajarkan bahwa hati nurani tidak tak bisa salah dan bahwa hati nurani harus selalu diasah agar menghasilkan keputusan yang tepat.

Alasan mengapa hati nurani harus ditaati ada di paragraph 1790 dari Katekismus: 

1790 Seorang manusia harus selalu mematuhi keputusan tertentu hati nuraninya. Jika dia sengaja bertindak melawannya, ia akanmengutuk dirinya sendiri. ... 

Seperti yang sudah dikatakan di atas, suara hati memberitahu apakah sesuatu itu baik atau buruk. Nah, ketika suara hati memberitahu kita bahwa sesuatu itu buruk tapi kemudian kita melakukannya, maka secara sadar kita telah melakukan apa yang kita ketahui sebagai buruk, dan ini adalah jahat. Dan sebaliknya, ketika suara hati memberitahu kita bahwa sesuatu itu baik tapi kemudian kita menghindarinya, maka secara sadar kita telah menghindari apa yang kita tahu sebagai baik, dan ini disebut sin of omission atau "dosa tidak melakukan [yang baik]." 

Suara hati sama sekali bukan suara Tuhan karena Tuhan tidak bisa "makes erroneous judgment" (membuat keputusan yang keliru) sedangkan hati nurani, seperti dijelaskan di paragraph 1790, bisa. 

Kalau kita mengikuti suara hati yang menghasilkan keputusan yang keliru maka keputusan tersebut adalah keputusan yang TULUS TAPI KELIRU. Sama sekali bukan sesuatu yang baik. Kalau kita MEMANG TIDAK TAHU sehingga kita tulus, maka kita tidak bertanggungjawab (ie. tidak terkena dosa). meskipun demikian telah terjadi sesuatu yang buruk karena apa yang secara obyektif baik tidak dilakukan (atau apa yang secara obyektif buruk tidak dihindari).

Harus ditambahkan bahwa "jujur mengikuti suara hati [pun tidak menjamin bahwa akibatnya adalah baik]" 

Perbuatan yang keliru, sekalipun dilakukan dengan tulus dan jujur, tetap saja keliru dan akan menimbulkan efek-efek negatif. Tentu efek-efek negatif itu tidak dapat dibebankan pada si pelaku, meskipun demikian efek-efek negatif itu timbul dan merusak. 

Jika saya secara tulus meyakini bahwa masturbasi tdak berdosa. Kemudian seorang kawan bertanya kepada saya apakah masturbasi itu dosa. Dengan jujur dan tulus aku bilang ke dia bahwa masturbasi tidak dosa. Karena nasehatku ini dia jadi sering bermasturbasi dan mengajarkan ke orang lain bahwa mastursasi itu tidak dosa. 

Nah, sekalipun aku dan si kawan tulus dan tidak bertanggungjawab atas meluasnya pendapat bahwa masturbasi itu bukan dosa, namun toh tetap saja tersebar pemahaman bahwa masturbasi itu tidak dosa. dan akan banyak orang bermasturbasi. Dan ini akan mengakibatkan efek negatif, misalnya gejala sosial dan perilaku seksual yang menyimpang.

Dari Katekismus:
I. SUARA HATI NURANI 

1777 Hati nurani, yang merupakan bagian yang paling dalam dari hati seseorang, selalu mengajak/memerintahkan orang tsb untuk berbuat baik (kasih) dan menghindari perbuatan buruk (jahat). Apabila seseorang dihadapkan kepada beberapa pilihan tertentu, hati nurani memerintahkan/mengarahkan orang tsb untuk mengambil pilihan-pilihan yang baik (kasih) dan menolak pilihan-pilihan yang buruk (jahat). Hati nurani adalah saksi atas kehidupan seorang manusia dihadapan kebenaran tertinggi (Kristus), dan berkesesuaian dengan perintah-perintah(Nya). Apabila seseorang (mampu) mendengarkan suara hati nuraninya, maka orang (yang waspada) tsb akan mampu mendengarkan suara Tuhan. 

1778 Hati nurani adalah keputusan akal budi, dimana manusia mengerti apakah satu perbuatan konkret yang ia rencanakan, sedang laksanakan, atau sudah laksanakan, baik atau buruk secara moral. Dalam segala sesuatu yang ia katakan atau lakukan, manusia berkewajiban mengikuti dengan saksama apa yang ia tahu, bahwa itu benar dan tepat. Oleh keputusan hati nurani manusia mendengar dan mengenal ketetapan ilahi. 

Kalimat, "Hati nurani merupakan sebuah hukum Ilahi (divine law) di alam kesadaran seorang manusia;", harus berpatokan pada ayat di atas. 

Diumpamakan bahwa hati nurani manusia adalah air putih. Lalu dicampur sirup (Roh), jadi manis. Tentu tanpa sirup, air putih rasanya tetap tawar, bukan rasanya manis. 

Jelas, tanpa 'daya kerja' pengetahuan akalbudi, misalnya seseorang yang mengalami kecelakaan fatal akhirnya menjadi idiot, maka fungsi kerja hati nuraninya juga ngga jalan. 

II. * Pembentukan Hati Nurani 
1783 Hati nurani harus dibentuk dan keputusan moral harus diterangi. Hati nurani yang dibentuk baik dapat memutuskan secara tepat dan benar. Dalam keputusannya ia mengikuti akal budi dan berorientasi pada kebaikan yang benar, yang dikehendaki oleh kebijaksanaan Pencipta. Bagi kita manusia yang takluk kepada pengaruh-pengaruh buruk dan selalu digoda untuk mendahulukan kepentingan sendiri dan menolak ajaran pimpinan Gereja, pembentukan hati nurani itu mutlak perlu. 

1784 PEMBENTUKAN HATI NURANI ADALAH TUGAS SEUMUR HIDUP. Sudah sejak tahun-tahun pertama ia membimbing seorang anak untuk mengerti dan menghayati hokum batin yang ditangkap oleh hati nurani. Satu, pendidikan yang bijaksana mendorong menuju sikap yang berorientasi pada kebajikan. Ia memberi perlindungan terhadap dan membebaskan dari perasaan takut, dari ingat diri dan kesombongan, dari perasaan bersalah yang palsu, dan rasa puas dengan diri sendiri, yang semuanya dapat timbul oleh kelemahan dan kesalahan manusia. Pembentukan hati nurani menjamin kebebasan dan mengantar menuju kedamaian hati. 

1785 DALAM PEMBENTUKAN HATI NURANI, SABDA ALLAH ADALAH TERANG DI JALAN KITA. Dalam iman dan doa kita harus menjadikannya milik kita dan melaksanakannya. Kita juga harus MENGUJI HATI NURANI KITA DENGAN MEMANDANG KE SALIB TUHAN. Sementara itu kita dibantu oleh ANUGRAH ROH KUDUS dan kesaksian serta nasihat orang lain dan dibimbing oleh ajaran pimpinan Gereja1 

Sampai di sini semogalah menjadi cukup jelas bahwa hati nurani kita perlu dibentuk dengan kebenaran sejati yang HANYA ADA dari dalam pengajaran Gereja Katolik yang kudus melalui Magisterium Gereja Katolik dan Sri Paus penerus Petrus di mana dipercayakan penggembalaan semua domba-domba milik Kristus [sampai 3x]. (Yoh 21:15-17)
+++

"Si Deus pro nobis, quis contra nos?" -- "Bila Tuhan beserta kita, siapa yang berani melawan kita?"
*) Kutipan dari Kitab Suci Perjanjian Baru, Surat Rasul Paulus kepada Umat di Roma 8:31.

[+In Cruce Salus, Pada Salib Ada Keselamatan. ~Thomas A Kempis, 'De Imitatione Christi', II, 2, 2]
*) Credit to DeusVult, Evangelos. — bersama Nelly Desy.
Foto: Bolehkah seseorang melakukan aborsi kalau suara hatinya mengizinkan hal itu?

Untuk menjawab pertanyaan ini akan sangat bermanfaat kalau pertama-tama kita melihatan AJARAN GEREJA ALLAH mengenai suara hati pada umumnya, untuk kemudian melihat bagaimana suara hati itu diterapkan dalam kasus ini.

Sekalipun hati nurani mengajak orang untuk berbuat baik dan menghindari yang jahat namun patut dipikirkan bagaimana seseorang tiba pada keputusan apa yang baik dan apa yang jahat itu. 

Hati nurani memang selalu memanggil seseorang untuk menghindari yang buruk dan melakukan yang baik. Karena orang itu tidak waspada maka dia memberi informasi2 yang salah kepada hati nuraninya. Sehingga sang hati nurani menghasilkan keputusan yang keliru.

Ketika "reason" (alasan2 yang menjadi bahan pengambilan keputusan, berasal dari aneka informasi yang diterima dan terbentuk sekian waktu) keliru, maka "judgment"-nya (pengambilan keputusan) menjadi keliru sehingga suara hati memutuskan sesuatu dengan keliru. 

Prudent (Keberhati-hatian; sebelum menegaskan sesuatu di dalam rasio dan mengambil keputusan untuk bertindak) yang terletak di mana kita harus selalu melatih diri untuk memperbaiki reason kita sehingga judgment (pengambilan keputusan) lebih akurat, sehingga suara hati pun tidak salah 

Rasio tidak tunduk pada hati nurani seperti bagaimana jantung tidak tunduk kepada hati. Keduanya punya fungsi di mana tidak ada jenjang. Sampai di sini, renungkan, baca ulang perlahan. Renungkan ini secara perlahan-lahan 

Referensi-referensi lain yang menegaskan ajaran Gereja bahwa Conscience (hati nurani) bisa salah:

1Kor 8:7-13 
7 Tetapi bukan semua orang yang mempunyai pengetahuan itu. Ada orang,  yang karena masih terus terikat pada berhala-berhala, makan daging itu sebagai daging persembahan berhala. Dan OLEH KARENA HATI NURANI MEREKA LEMAH, HATI NURANI MEREKA ITU DINODAI OLEHNYA.

Di sini ditunjukkan bagaimana suara hati seseorang bisa memberikan keputusan keliru bahwa memakan makanan yang dipersembahkan kepada berhala itu dosa. Padahal perbuatan tersebut tidaklah dosa. Petunjuk rasul Sto. Paulus ini juga diulangi lagi di 1Kor 10:25-31 

1Kor 10:25 Kamu boleh makan segala sesuatu yang dijual di pasar daging, tanpa mengadakan pemeriksaan karena keberatan-keberatan hati nurani. 26   Karena: "bumi serta segala isinya adalah milik Tuhan." 27 Kalau kamu diundang makan oleh seorang yang tidak percaya, dan undangan itu kamu terima, makanlah apa saja yang dihidangkan kepadamu, tanpa mengadakan pemeriksaan karena keberatan-keberatan hati nurani. 28 Tetapi kalau seorang berkata kepadamu: "Itu persembahan berhala!" janganlah engkau memakannya, oleh karena dia yang mengatakan hal itu kepadamu dan karena keberatan-keberatan hati nurani. 29 Yang aku maksudkan dengan keberatan-keberatan bukanlah keberatan-keberata hati nuranimu sendiri, tetapi keberatan-keberatan hati nurani orang lain itu. Mungkin ada orang yang berkata: "Mengapa kebebasanku harus ditentukan oleh keberatan-keberatan hati nurani orang lain? 30 Kalau aku mengucap syukur atas apa yang aku turut memakannya, mengapa orang berkata jahat tentang aku karena makanan, yang atasnya aku mengucap syukur?" 31 Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah. 

Ibr. 9:6-10 
6 Demikianlah caranya tempat yang kudus itu diatur. Maka imam-imam senantiasa masuk ke dalam kemah yang paling depan itu untuk melakukan ibadah mereka, 7 tetapi ke dalam kemah yang kedua hanya Imam Besar saja yang masuk sekali setahun, dan harus dengan darah yang ia persembahkan karena dirinya sendiri dan karena pelanggaran-pelanggaran, yang dibuat oleh umatnya dengan tidak sadar. 8 Dengan ini Roh Kudus menyatakan, bahwa jalan ke tempat yang kudus itu belum terbuka, selama kemah yang pertama itu masih ada. 9 Itu adalah kiasan masa sekarang. Sesuai dengan itu dipersembahkan korban dan persembahan YANG TIDAK DAPAT MENYEMPURNAKAN MEREKA YANG MEMPERSEMBAHKANNYA, ...

Ritual Perjanjian Lama tidak dapat menyempurnakan "conscience" dari para penyembah (ie. umat PL). Ini berarti bahwa "conscience" memang tidak sempurna dan harus disempurnakan. Apa yang tidak bisa salah tidak bisa tidak sempurna. 

Kalau orang mengikuti "conscience"nya yang salah dengan tulus dan dia invincible ignorance < http://www.ekaristi.org/forum/viewtopic.php?t=2863&start=0&postdays=0&postorder=asc&highlight > atas kesalahan conscience-nya itu, maka dia tidak terkena dosa. 

Dan dari ensiklik Pascendi oleh Pius X 

["Therefore, to prohibit the consciences of individuals from expressing publicly and openly the impulses which they feel; to obstruct the way of criticism whereby it impels dogma in the path of necessary evolutions, is not the use but the abuse of the power permitted for the public weal."]

Terjemahan bebasnya: 
Oleh karena itu, UNTUK MELARANG HATI NURANI individu-individu dari mengekspresikan secara publik dan terbuka dorongan yang mereka rasakan, dengan menghalang-halangi jalan di mana kritik itu diperlukan, bukan merupakan bentuk selain daripada penyalahgunaan kekuasaan yang diizinkan untuk kesejahteraan masyarakat. 

Proposisi di atas adalah deskripsi paus Pius X atas kesalahan para modernist Katolikyang mengedapankan Conscience. Bahwa segala hal, asalkan sesuai dengan suara hati, tidak boleh dihalangi. Kecaman Pius X atas hal tersebut menunjukkan bahwa conscience bisa salah. Basically ini sama dengan Mirari Vos. 

Dan dari Catholic Encyclopedia, mengenai Conscience: < http://www.newadvent.org/cathen/04268a.htm >

Even where due diligence is employed conscience will err sometimes,
" Bahkan saat di mana keberhati-hatian sudah dilaksanakan PUN, kadang-kadang hati nurani masih juga akan berbuat salah,..." 

Sekali lagi apa yang baik dan apa yang buruk itu bisa keliru. 

Ini karena seseorang bisa saja berkeputusan bahwa Euthanasia dan Aborsi itu baik padahal secara obyektif moral (di mana satu-satunya acuan moral yang absolut adalah Allah) Euthanasia dan Aborsi itu jahat. 

Sehingga seseorang bisa melakukan euthanasia tanpa rasa bersalah karena memang suara hatinya mengatakan bahwa dia melakukan perbuatan kasih. 

Alasan bahwa manusia harus selalu mengikuti kata hatinya adalah karena kata hati (ie. hati nurani) tersebut adalah penilai apakah sesuatu itu baik atau jahat. 

Sebagai umpama, katakanlah ketika kita harus membuat keputusan untuk melakukan X atau Y. Nah, kemudian hati nurani kita menilai mana yang baik dan mana yang buruk. Kemudian keluar hasil bahwa yang baik adalah X dan yang buruk adalah Y. Tentunya kita wajib melakukan yang baik, kan? Karena kalau kita melakukan Y maka kita telah melakukan apa yang kamu pandang buruk. 

Di sinilah kita bisa tahu kenapa kita harus mengikuti hati nurani. Karena kalau kita melawannya, maka kita melakukan apa yang menurut kita adalah buruk. 

Hasil dari pemilihan X dan Y tersebut bersifat subyektif dan tidak obyektif. Jadi, mungkin secara obyektif yang buruk itu adalah X dan yang baik adalah Y. Namun kita kan tidak selalu mendapat informasi yang akurat untuk membuat keputusan. Karena itu bisa saja karena kurangnya informasi tersebut maka kita tiba pada keputusan yang salah bahwa X adalah baik (padahal secara obyektif buruk) dan Y adalah buruk (padahal secara obyektif baik). 

Contoh lainnya: Yudi diberitahu temannya bahwa ujian nanti sifatnya open note. Karena itu Yudi siap dengan catatan-catatannya. Ketika ujian Yudi dengan enteng mengacu ke catatan-catatannya (katakanlah saja, untuk mempermudah ilustrasi, di kelas tidak ada teman atau pengawas yang kebetulan tahu akan perbuatan dia). Namun ternyata ujian itu tidak bersifat open note. 

Si Yudi tentunya telah mencontek dengan nurani yang bersih. Nurani-nya tidak ada masalah dengan tindakan mencontek tersebut karena sepengetahuannya melihat catatan (ie. mencontek) diperbolehkan. Tentu saja kalau si Yudi menerima informasi yang lebih akurat, maka hati nuraninya akan mencegah perbuatannya tersebut dengan menginformasikan bahwa perbuatan tersebut adalah jahat. Tapi karena Yudi diberi informasi keliru maka nuraninya pun sama sekali tidak merasa bahwa perbuatannya itu keliru. 

Inilah contoh bahwa hati nurani yang tulus pun bisa keliru. Contoh ini juga mengajarkan bahwa hati nurani tidak tak bisa salah dan bahwa hati nurani harus selalu diasah agar menghasilkan keputusan yang tepat.

Alasan mengapa hati nurani harus ditaati ada di paragraph 1790 dari Katekismus: 

1790 Seorang manusia harus selalu mematuhi keputusan tertentu hati nuraninya. Jika dia sengaja bertindak melawannya, ia akanmengutuk dirinya sendiri. ... 

Seperti yang sudah dikatakan di atas, suara hati memberitahu apakah sesuatu itu baik atau buruk. Nah, ketika suara hati memberitahu kita bahwa sesuatu itu buruk tapi kemudian kita melakukannya, maka secara sadar kita telah melakukan apa yang kita ketahui sebagai buruk, dan ini adalah jahat. Dan sebaliknya, ketika suara hati memberitahu kita bahwa sesuatu itu baik tapi kemudian kita menghindarinya, maka secara sadar kita telah menghindari apa yang kita tahu sebagai baik, dan ini disebut sin of omission atau "dosa tidak melakukan [yang baik]." 

Suara hati sama sekali bukan suara Tuhan karena Tuhan tidak bisa "makes erroneous judgment" (membuat keputusan yang keliru) sedangkan hati nurani, seperti dijelaskan di paragraph 1790, bisa. 

Kalau kita mengikuti suara hati yang menghasilkan keputusan yang keliru maka keputusan tersebut adalah keputusan yang TULUS TAPI KELIRU. Sama sekali bukan sesuatu yang baik. Kalau kita MEMANG TIDAK TAHU sehingga kita tulus, maka kita tidak bertanggungjawab (ie. tidak terkena dosa). meskipun demikian telah terjadi sesuatu yang buruk karena apa yang secara obyektif baik tidak dilakukan (atau apa yang secara obyektif buruk tidak dihindari).

Harus ditambahkan bahwa "jujur mengikuti suara hati [pun tidak menjamin bahwa akibatnya adalah baik]" 

Perbuatan yang keliru, sekalipun dilakukan dengan tulus dan jujur, tetap saja keliru dan akan menimbulkan efek-efek negatif. Tentu efek-efek negatif itu tidak dapat dibebankan pada si pelaku, meskipun demikian efek-efek negatif itu timbul dan merusak. 

Jika saya secara tulus meyakini bahwa masturbasi tdak berdosa. Kemudian seorang kawan bertanya kepada saya apakah masturbasi itu dosa. Dengan jujur dan tulus aku bilang ke dia bahwa masturbasi tidak dosa. Karena nasehatku ini dia jadi sering bermasturbasi dan mengajarkan ke orang lain bahwa mastursasi itu tidak dosa. 

Nah, sekalipun aku dan si kawan tulus dan tidak bertanggungjawab atas meluasnya pendapat bahwa masturbasi itu bukan dosa, namun toh tetap saja tersebar pemahaman bahwa masturbasi itu tidak dosa. dan akan banyak orang bermasturbasi. Dan ini akan mengakibatkan efek negatif, misalnya gejala sosial dan perilaku seksual yang menyimpang.

Dari Katekismus:
I. SUARA HATI NURANI 

1777 Hati nurani, yang merupakan bagian yang paling dalam dari hati seseorang, selalu mengajak/memerintahkan orang tsb untuk berbuat baik (kasih) dan menghindari perbuatan buruk (jahat). Apabila seseorang dihadapkan kepada beberapa pilihan tertentu, hati nurani memerintahkan/mengarahkan orang tsb untuk mengambil pilihan-pilihan yang baik (kasih) dan menolak pilihan-pilihan yang buruk (jahat). Hati nurani adalah saksi atas kehidupan seorang manusia dihadapan kebenaran tertinggi (Kristus), dan berkesesuaian dengan perintah-perintah(Nya). Apabila seseorang (mampu) mendengarkan suara hati nuraninya, maka orang (yang waspada) tsb akan mampu mendengarkan suara Tuhan. 

1778 Hati nurani adalah keputusan akal budi, dimana manusia mengerti apakah satu perbuatan konkret yang ia rencanakan, sedang laksanakan, atau sudah laksanakan, baik atau buruk secara moral. Dalam segala sesuatu yang ia katakan atau lakukan, manusia berkewajiban mengikuti dengan saksama apa yang ia tahu, bahwa itu benar dan tepat. Oleh keputusan hati nurani manusia mendengar dan mengenal ketetapan ilahi. 

Kalimat, "Hati nurani merupakan sebuah hukum Ilahi (divine law) di alam kesadaran seorang manusia;", harus berpatokan pada ayat di atas. 

Diumpamakan bahwa hati nurani manusia adalah air putih. Lalu dicampur sirup (Roh), jadi manis. Tentu tanpa sirup, air putih rasanya tetap tawar, bukan rasanya manis. 

Jelas, tanpa 'daya kerja' pengetahuan akalbudi, misalnya seseorang yang mengalami kecelakaan fatal akhirnya menjadi idiot, maka fungsi kerja hati nuraninya juga ngga jalan. 

II. * Pembentukan Hati Nurani 
1783 Hati nurani harus dibentuk dan keputusan moral harus diterangi. Hati nurani yang dibentuk baik dapat memutuskan secara tepat dan benar. Dalam keputusannya ia mengikuti akal budi dan berorientasi pada kebaikan yang benar, yang dikehendaki oleh kebijaksanaan Pencipta. Bagi kita manusia yang takluk kepada pengaruh-pengaruh buruk dan selalu digoda untuk mendahulukan kepentingan sendiri dan menolak ajaran pimpinan Gereja, pembentukan hati nurani itu mutlak perlu. 

1784 PEMBENTUKAN HATI NURANI ADALAH TUGAS SEUMUR HIDUP. Sudah sejak tahun-tahun pertama ia membimbing seorang anak untuk mengerti dan menghayati hokum batin yang ditangkap oleh hati nurani. Satu, pendidikan yang bijaksana mendorong menuju sikap yang berorientasi pada kebajikan. Ia memberi perlindungan terhadap dan membebaskan dari perasaan takut, dari ingat diri dan kesombongan, dari perasaan bersalah yang palsu, dan rasa puas dengan diri sendiri, yang semuanya dapat timbul oleh kelemahan dan kesalahan manusia. Pembentukan hati nurani menjamin kebebasan dan mengantar menuju kedamaian hati. 

1785 DALAM PEMBENTUKAN HATI NURANI, SABDA ALLAH ADALAH TERANG DI JALAN KITA. Dalam iman dan doa kita harus menjadikannya milik kita dan melaksanakannya. Kita juga harus MENGUJI HATI NURANI KITA DENGAN MEMANDANG KE SALIB TUHAN. Sementara itu kita dibantu oleh ANUGRAH ROH KUDUS dan kesaksian serta nasihat orang lain dan dibimbing oleh ajaran pimpinan Gereja1 

Sampai di sini semogalah menjadi cukup jelas bahwa hati nurani kita perlu dibentuk dengan kebenaran sejati yang HANYA ADA dari dalam pengajaran Gereja Katolik yang kudus melalui Magisterium Gereja Katolik dan Sri Paus penerus Petrus di mana dipercayakan penggembalaan semua domba-domba milik Kristus [sampai 3x]. (Yoh 21:15-17)
+++

"Si Deus pro nobis, quis contra nos?" -- "Bila Tuhan beserta kita, siapa yang berani melawan kita?"
*) Kutipan dari Kitab Suci Perjanjian Baru, Surat Rasul Paulus kepada Umat di Roma 8:31.

[+In Cruce Salus, Pada Salib Ada Keselamatan. ~Thomas A Kempis, 'De Imitatione Christi', II, 2, 2]
*) Credit to DeusVult, Evangelos.
Add caption

Tidak ada komentar:

Posting Komentar